PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN UMKM


PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN UMKM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar ekonomi makro

Dosen pengampu : Saifudin Zuhri, M.Si.




Disusun oleh :
Nurul Huda
63020170025

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018

BAB I

PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG

Kesulitan dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sering dihubungkan dengan kemiskinan yang juga merupakan masalah global. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang berkaitan dengan pembangunan, ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan (Putri, Supardi dan Lokajaya, 2016: 106 dalam Dianita,2017). Salah satu penyebab pengangguran adalah terbatasnya lapangan pekerjaan dan banyaknya para pencari kerja, yang kemudian menyebabkan kemiskinan.
Sejarah perekonomian Indonesia bisa saja tidak mengakui tetapi fakta membuktikan keunggulan ekonomi Indonesia saat terjadinya krisis moneter pada kisaran tahun 1997-1998 terutama konsep usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pada saat krisis moneter bukan berati menghilangkan sektor usaha mikro kecil dan menengah tidak menghadapi permasalahan. Geliat usaha Mikro, kecil dan menengah inilah yang menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan pada saat itu sampai sekarang. Geliat ini terjadi adanya dukungan lembaga keuangan mikro. (Jenita, 2017: 178)
Kemampuan usaha mikro, kecil, dan menengah (yang selanjutnya disebut UMKM) dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia cukup besar, yaitu sebanyak 97,300 dari total angkatan kerja yang bekerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah UMKM di Indonesia tahun 2008 adalah lebih dari 51,000,000 (lima puluh satu juta) unit, dan merupakan unit usaha terbesar dari total unit usaha yang ada. Ini menandakan bahwa UMKM memiliki peran yang penting terutama dalam memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat menjadi penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. (Bhakti, 2013:122)
Namun yang perlu digaris bawahi, Keterbatasan modal merupakan permasalah yang umum dihadapi oleh UMKM, hal ini akan menyebabkan ruang gerak UMKM semakin sempit, misalnya mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya dikarenakan tidak mampu memenuhi pesanan dari konsumen. Bila hal tersebut tidak teratasi maka dapat dimungkinkan usaha menciptakan lapangan pekerjaan akan kembali sulit diupayakan. Atau dengan adanya kemampuan tapi terbatasnya modal, hal tersebut juga dapat menjadi penghambat bagi para pelaku usaha, sehingga gagal dalam mengurangi pengangguran yang berdampak pada kemiskinan.
Lembaga keuangan syariah hadir sebagai wujud perkembangan aspirasi masyarakat yang menginginkan kegiatan perekonomian dengan berdasarkan prinsip syariah, selain lembaga keuangan konvensional yang telah berdiri selama ini. Lembaga keuangan syariah tersebut di antaranya adalah bank syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau lembaga keuangan mikro syariah. Bila pada perbankan konvensional hanya terdapat satu prinsip yaitu bunga, maka pada lembaga keuangan syariah terdapat pilihan prinsip yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa, dan prinsip jasa. Salah satu prinsip yang tepat diperuntukkan bagi pemberdayaan UMKM adalah prinsip bagi hasil. Secara umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Mudharabah, Musyarakah, muzara'ah, dan musaqah. Namun dalam praktiknya akad yang paling banyak dipakai adalah Mudharabah dan Musyarakah. (Bhakti, 2013:122)
Pembiayaan dengan akad Mudharabah dan Musyarakah pada dasarnya merupakan pembiayaan yang sempurna, hal ini dikarenakan pada pembiayaan tersebut digunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing). Selain menggunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing), hal lain yang membuat ideal adalah adanya pembagian kerugian (loss sharing). Kerugian pada pembiayaan dengan akad Mudharabah akan ditanggung sepenuhnya oleh bank, kecuali bila nasabah melakukan kelalaian dan kesengajaan yang menyebabkan dialaminya kerugian. Kerugian pada pembiayaan dengan akad Musyarakah akan dihitung sesuai dengan porsi modal masing-masing pihak, yaitu pihak bank dan nasabah. Pada dasarnya dengan prinsip bagi kerugian (loss sharing) ini, maka kedua pihak yaitu pihak nasabah dan pihak bank akan berusaha untuk menghindari terjadinya kerugian tersebut.(Rozalinda, 2016:191-216)
Linkage program merupakan strategi yang paling utama karena kondisi UMKM (skala kecil, agunan terbatas, tidak berbadan hukum, letak jauh, dan administrasi lemah) sangat sulit di jangkau oleh bank syariah (biaya tinggi, risiko tinggi, persyaratan legal, sulit menjangkau, dan kesulitan menilai usaha). Keberadaan LKMS seperti BMT sangat diperlukan sebagai mediasi antar sektor UMKM dengan pihak Bank Syariah. Hal ini di karenakan karakteristik BMT sangat cocok dengan kebutuhan UMKM, yaitu menyediakan layanan tabungan, pembiayaan, pembayaran, deposito, fokus melayani UMKNI menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel, serta berada di tengah tengah masyarakat kecil atau pedesaan. BMT sebagai kepanjangan tangan Bank Syariah dapat menyalurkan pembiayaan yang telah ' diamanahkan kepadanya sehingga Bank Syariah sendiri tidak takut menanggung resiko yang sangat besar. (Muslimin,2015:5)
Dengan adanya pengembangan usaha mikro kecil berupa bertambahnya modal ataupun bertambahnya jenis usaha, maka akan berdampak terhadap bertambahnya tingkat penghasilan dan pendapatan, yang secara langsung akan menekan angka kemiskinan dan menekan angka pengangguran.




B.  RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan keterbatasan yang ada pada penulis dalam berbagai hal, maka penulis membatasi pembatasan ini pada peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah/BMT dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro kecil menengah. Berangkat dari latar belakang penulis yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan permasalahan penulis sebagai berikut:
Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah/BMT dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro kecil menengah.



BAB II

PEMBAHASAN


A.  Lembaga Keuangan Mikro syariah

Menurut UU No.1 tahun 2013 pasal 1, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah Lembaga Keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata mata mencari keuntungan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dipahami bahwa LKM tidak hanya semata mata mencari keuntungan, tetapi juga bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat kecil atau untuk tujuan sosial. Selain berjalan di sistem. konvensional, LKM juga beroperasi dengan prinsip syariah atau biasa disebut Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kegiatan yang diakukan oleh LKMS harus sesuai dengan prinsip syariah dan juga harus sesai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) .
Baitul maal wa tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bay al-maal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan  usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga dapat menerima titipan zakat, infaq dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya (Ridwan, 2013 :23 dalam Jenita,2017 : 180).
Secara umum, terdapat tiga fungsi BMT yang banyak dijalankan. Fungsi sebagai jasa keuangan, sebagai lembaga sosial atau pengelola zakat, infak dan sedeqah (ZIS) serta pemberdaya sektor riil (Muslimin, 2015:15)
a)    Pertama, fungsi sebagai jasa keuangan. Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota ataupun nonanggota.
b)   Kedua, fungsi sebagai lembaga social atau pengelola zakat,infaq, dan sedeqah (ZIS). Fungsi sebagai lembaga social tentu ada pada sebuah BMT. BMT tidak hanya bertindak sebagai lembaga profit tapi juga sebagai lembaga nonprofit. Dana social BMT bias didapatkan dari lembaga seperti, Dompet Dhuafa,atau dana zakat, infak, sedeqah yang dikumpulkan nasabah untuk diberdayakan oleh BMT tersebut. Peran sebagai lembaga social dapat diterapkan pula dalam mengelola harta yang tidak ada ahli warisnya, baik wali nasab (wali turunan) Atau wali seseorang atau badan yayasan yang menjadi walinya dan menyalurkannya kepada mustahiq zakat, membantu jompo, dan orangorang yang membutuhkan lainnya.
c)    Ketiga, fungsi sebagai penggerak sector riil. Penyaluran dana kepada sector riil merupakan sebuah keunggulan dari BMT. Penyaluran kepada sector riil akan berdampak luas dan continue dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan sector riil bisa dilakukan dengan mendorong nasabah untuk menciptakan usaha baru atau mengembangkan usaha yang sudah ada. Dengan itu maka usaha baru akan tercipta kemudian akan menyerap tenaga kerja yang akhimya akan mengurangi pengangguran.

B.  UMKM dan Potensinya dalam mengurangi Kemiskinan

UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sehingga UMKM terdiri dari tiga bentuk usaha berdasarkan skalanya, yaitu meliputi; Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Berikut adalah pengertian dari ketiganya didasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2008:
a)    Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria aset: Maksimal 50 Juta, kriteria Omzet: Maksimal 300 juta rupiah.
b)   Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria asset: 50 juta 500 juta, kriteria Omzet: 300 juta 2,5 Miliar rupiah.
c)    Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria aset: 500 juta 10 Miliar, kriteria Omzet: >2,5 Miliar 50 Miliar rupiah(UU No. 20 Tahun 2008).
Mengapa UKM diprediksikan akan mampu mengurangi kemiskinan di Indonesia? Hal ini karena dari berbagai data yang ada penyebab kemiskinan yang utama di Indonesia adalah tingginya angka pengangguran.Adanya kenyataan yang demikian maka salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan yang paling mendesak untuk dilakukan adalah dengan penciptaan sumber-sumber pendapatan bagi orang miskin tersebut. Sebagaimana sudah didiskusikan UKM memiliki peranan yang bisa dikembangkan sebagai salah satu potensi penciptaan lapangan kerja bagi penduduk miskin.
Pentingnya kontribusi UKM terhadap pengentasan kemiskinan telah ditegaskan oleh banyak pakar dari temuan-temuan mereka di IapanganHasilhasil penelitian mengenai Peran UKM dalam menciptakan lapangan kerja bagi perekonomian lokal dikuatkan oleh Teori Ekonomi Regional. Amstong dan taylor (2000) dalam Purwanto,2007:307 menyebutkan 5 argumen yang relevan mengenui peran UKM dalam pembagunan ekonomi regional:
1)   UKM mampu menciptakan lapangan kerja
2)   UKM memiliki kemampuan memunculkan industri-indusri kecil baru lainnya yang bersifat fleksibel dan bervariasi serta memunculkan enterpreuner baru yang berani menanggung risiko
3)   UKM memiliki kemampuan mendorong teriadinya persaingan secara intensif antar UKM bahkan usaha besar serupa. Halini sangat penting untuk mendorong lingkungan usaha yang kondusif dan berbudaya usaha yang kuat
4)   UKM mendorong inovasi
5)   UKM mampu mieningkatkan hubungan industrial (misal hubungan industry dengan buruh) . dan menyedikan lingkungan kerja yang baik dengan Para buruhnya.
Di sisi historis, usaha kecil merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia di tahun 1997, di samping sektor usaha kecil juga telah mampu memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Kedudukan yang strategis dari sektor usaha kecil tersebut juga karena sektor ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar/ menengah. Keunggulan-keunggulan sektor ini antara lain kemampuan menyerap tenaga kerja dan menggunakan sumber daya lokal, serta usahanya relatif bersifat fleksibel.

C.  PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN UMKM

Dalam menjalankan oprasionalnya, UMKM, sektor ini juga dihadapkan berbagai permasalahan. Kendala dan permasalahan antara lain dari aspek permodalan, kemampuan manajemen usaha, dan kualitas sumberdaya manusia pengelolanya. Kendala dan permasalahan usaha kecil dan informal lainnya juga disebabkan karena sulitnya akses terhadap informasi dan sumberdaya produktif seperti modal dan teknologi, yang berakibat menjadi terbatasnya kemampuan usaha kecil untuk berkembang.Melihat kendala kemampuan manajemen usaha, dan kualitas sumberdaya manusia pengelolanya, pihak terkait yang berwenang dalam hal ini kementerian koperasi dan usaha kecil menengah sering kali mengadakan berbagai kegiatan berupa workshop, seminar ataupun diklat yang diadakan dalam lingkup kecil propinsi dan kabupaten.(Jenita,20l 7: 188)
Sedangkan untuk kendala permodalan, usaha mikro dan usaha kecil sudah ada alternatif lain yang cukup menjanjikan yakni dengan adanya Lembaga Keuangan Mikro syariah yang merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan prinsip prinsip syariah, terutama bagi orang yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis, ataupun dengan sistem bunga. Lembaga keuangan mikro seperti BMT memiliki kontribusi dalam mengentaskan kemiskinan melalui pembiayaan produktif baik modal awal maupun tambahan modal. BMT juga merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi.
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan perwujudan nilai dasar dari sistem hukum ekonomi Islam, yaitu kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha yang mempunyai keahlian, keterampilan atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau usaha. Prinsip bagi hasil secara umum dapat dilakukan dalam 4 (empat) akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, muzara’ah, dan musaqah. Pada praktiknya, perbankan syariah lebih banyak memakai akad Musyarakah dan Mudharabah. Bentuk pembiayaan yang diharapkan mampu memberikan pemerataan kesejahteraan masyarakat adalah pembiayaan Mudharabah dan Mus'yarakah dengan prinsip bagi hasil (profit sharing) ( Rozalinda, 2016:191-227)
Mudharabah merupakan skema yang paling mendasar dalam memobilisasi sumber-sumber dana yaitu penggabungan antara pemilik dana dan pihak lain yang memiliki keterampilan menjalankan usaha. Pembiayaan Mudharabah memiliki filosofi yaitu menyatukan modal (capital) dengan tenaga kerja (skill dan entrepreneurship). Hal inilah yang tidak ditemukan pada sistem perbankan konvensional. Pada pembiayaan Mudharabah bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh/100% dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha yang telah disepakati bersama sesuai dengan prinsip syariah. Seusai dengan prinsip Mudharabah, LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari Mudharabah kecuali jika Mudzarib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Oleh karenanya maka pembiayaan Mud/zarabah ini sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan permodalan usaha nasabah(Rozalinda, 2016:205-217)
Musyarakah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama. Pada pembiayaan Musyarakah bank sebagai shahibul maal memenuhi sebagian modal suatu usaha mudharib berdasarkan persetujuan atau kesepakatan. Bank dan mudharib masing masing bertindak sebagai mitra usaha, mudharib bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan kewenangan yang disepakati(Rozalinda, 2016: 191-204).
Selain itu terdapat pula produk produk yang lain, penulis mengambil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dianita Damayanti yang berjudul “Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus: Bmt Tumang Cabang Kartasura) ” dalam penelitiannya dinyatakan, Produk-produk pembiayaan BMT Tumang Cabang Kartasura adalah
1)   Pembiayaan Investasi, bagi hasil yang diperoleh sebesar 30: 70. 30% keuntungan untuk BMT Tumang Cabang Kartasura dan 70% untuk anggota pembiayaan yang mengelola dana.
a)    Pembiayaan Mudharabah
b)   Pembiayaan Musyarakah  
2)   Pembiayaan Jual Beli
a)    Pembiayaan Murabahah merupakan akad yang sering digunaka BMT Tumang Cabang Kartasura dalam transaksi jual beli, rata-rata margin yang diperoleh sebesar 1,6%  
3)   Pembiayaan  Jasa/ Sewa
a)    Pembiayaan Ijarah merupakan akad yang sering digunakan BMT Tumang Cabang Kartasura dalam transaksi sewa-menyewa, rata-rata margin yang diperoleh sebesar 1,6%
4)   Pembiayaan Qordh
a)    Pembiayaan qordh merupakan pembiayaan yang digunakan untuk tujuan sosial, artinya dana yang disalurkan dari pembiayaan ini dikembalikan sesuai jumlah dari yang dipinjam. Biasanya digunakan untuk membantu anggota yang sudah jatuh tempo berturut-turut karena bangkrut (Damayanti,20 17 : 52)

Didalam penelitiannya juga terdapat hasil dari wawancara para nasabah BMT yang melakukan pembiayaan, yang akan penulis sebutkan sebagai berikut:
1.    Bapak Suwarjono memiliki usaha jualan kaos kaki keliling dari satu kantor ke kantor lainnya. Beliau merupakan anggota pembiayaan BMT Tumang Cabang Kartasura serta anggota MKU. Dari pembiayaan yang diambil dari BMT Tumang Cabang Kartasura, Bapak Suwarjono mengaku dapat menambah barang dagangannya dan membeli perlengkapan sehingga pendapatan dan labanya meningkat. Beliau menjual kaos kaki rata-rata dua pasang Rp 15.000,-. Sebelum menerima pembiayaan dalam satu bulan, rata-rata penjualan kaos kaki sebanyak 500 pasang, dengan rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp 3.750000,dan rata-rata laba per bulan sebesar Rp 750.000,-. Setelah menerima pembiayaan rata-rata penjualan kaos kaki meningkat menjadi 600 pasang, dengan rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp 4.500000,dan rata-rata laba per bulan sebesar Rp 900.000,-. Peningkatan pendapat dan laba ini disebabkan oleh variasi dagangan dan perlengkapan yang dibeli sebagai penunjang barang dagangan.
2.    Ibu Ina memiliki usaha warung kelontong. Beliau merupakan anggota pembiayaan BMT Tumang Cabang Kartasura, tetapi bukan anggota MKU karena MKU tidak dilakukan di domisili beliau. Dari pembiayaan yang diambil dari BMT Tumang Cabang Kartasura, Ibu Ina mengaku dapat menambah barang dagangannya sehingga pendapatan dan labanya meningkat. Sebelum menerima pembiayaan dalam satu bulan rata-rata pendapatan yang diperoleh per bulan sebesar Rp 2.000.000,dan rata-rata laba per bulan sebesar Rp 600.000,-. Setelah menerima pembiayaan rata-rata pendapatan yang diperoleh per bulan sebesar Rp 3.200.000,dan laba ratarata per bulan sebesar Rp 900.000,“ Peningkatan pendapat dan laba ini disebabkan oleh variasi dagangan yang lebih banyak.
3.    Bapak Riko memiliki usaha jual pakan burung dan ayam. Beliau merupakan anggota pembiayaan BMT Tumang Cabang Kartasura, tetapi bukan anggota MKU karena MKU tidak dilakukan di domisili beliau. Dari pembiayaan yang diambil dan' BMT Tumang Cabang Kartasura, Bapak Riko mengaku dapat menambah barang dagangannya sehingga pendapatan dan labanya meningkat. Sebelum menerima pembiayaan dalam satu bulan rata-rata pendapatan yang diperoleh per bulan sebesar Rp 2.500.000,dan rata-rata laba per bulan sebesar Rp 400.000,-. Setelah menerima pembiayaan rata-rata pendapatan yang diperoleh per bulan sebesar Rp 3.500000;dan laba ratrata per bulan sebesar Rp 700.000,-. Peningkatan pendapat dan laba ini disebabkan oleh variasi dagangan yang lebih banyak (Damayanti,2017: 58).
Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa dengan adanya pembiayaan, dapat menambah asset yang dimiliki, atau dalam data tersebut menambah variasi barang yang dijual, sehingga menambah pendapatan dan juga meningkatkan laba yang diperoleh. Maka tingkat ekonominya juga meningkat. Data tersebut menunjukkan salah satu contoh pembiayaan di tengah, atau menambah modal atau asset pada usaha kecil yang sudah berjalan. Berbeda lagi jika pembiayaannya masih dalam modal awal atau usaha baru akan di laksanakan. Maka dengan kehadiran usaha baru tersebut tentunya akan menyerap tenaga kerja sehingga akan menambah pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran, meningkatkan ekonomi  masyarakat miskin karna yang awalnya tidak bekerja menjadi bekerja, dan akhirnya mampu menjadi tonggak ekonomi dalam mengentaskan kemiskinan.


BAB III

PENUTUP


A.  KESIMPULAN

Menurut berbagai data penyebab kemiskinan adalah pengangguran. UMKM memiliki potensi untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan, karna UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar serta memperluas lapangan pekerjaan. Dengan adanya pengembangan usaha mikro kecil berupa bertambahnya modal ataupun bertambahnya jenis usaha, maka akan berdampak terhadap bertambahnya tingkat penghasilan dan pendapatan, yang secara langsung akan menekan angka kemiskinan dan menekan angka pengangguran.
Namun dalam menjalankan usahanya, UMKM sangat rentan terhadap pemodelan, hal ini menjadikan ruang gerak UMKM semakin sempit. Untuk mengatasi hal tesebut Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS ) dapat menjadi alternatif penyelesaian masalah. Karna LKMS yang merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan prinsip prinsip syariah, hal ini sangat tepat karna kondisi UMKM (skala kecil, agunan terbatas, tidak berbadan hukum, letak jauh, dan administrasi lemah) sangat sulit di jangkau oleh bank syariah (biaya tinggi, risiko tinggi, persyaratan legal, sulit menjangkau, dan kesulitan menilai usaha).
Keberadaan LKMS seperti BMT sangat diperlukan sebagai mediasi antar sektor UMKM dengan pihak Bank Syariah. Hal ini di karenakan karakteristik BMT sangat cocok dengan kebutuhan UMKM, yaitu menyediakan layanan tabungan, pembiayaan, pembayaran, deposito, fokus melayani UMKM _ menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan ileksibel, serta berada di tengah tengah masyarakat kecil atau pedesaan.
Pembiayaan yang diharapkan tepat untuk memberdayakan UMKM adalah pembiayaan bagi hasil Mudharabah dan Musyarakah. Dimana pembiayaan Mudharabah menyatukan modal (capital) dengan tenaga kerja (skill dan entrepreneurship). Dimana ini tidak ditemukan di bank konvensional. Pada pembiayaan Mudharabah bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh/100% dan nasabah bertindak sebagai inudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha yang telah disepakati bersama sesuai dengan prinsip syariah. Seusai dengan prinsip Mudharabah, LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika Mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
Sedangkan Pada pembiayaan Musyarakah bank sebagai shahibul maal memenuhi sebagian modal suatu usaha mudharib berdasarkan persetujuan atau kesepakatan. Bank dan mudharib masing masing bertindak sebagai mitra usaha, mudharib bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan kewenangan yang disepakati.

B.  SARAN

1.    Masyarakat harus membangun jiwa sebagai entrepreneurship, terutama para kalangan sarjana Atau bisa sebagai pegawai dan pengusaha, karna dengan itu maka akan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga akan menekan angka pengangguran dan secara langsung menekan angka kemiskinan, sehingga perekonomian semakin maju.
2.    Untuk pihak LKMS perlunya sosialisasi kepada masyarakat, dengan menjelaskan produk produk syariah yang ditawarkan, sehingga masyarakat sadar betapa menuntungkannya pembiayaan yang ada di LKMS tersebut.sehingga menumbuhkan jiwa jadi pengusaha, dan berani mengambil resiko.
3.    Untuk Pihak Bank Syariah, sebaiknya terus meningkatkan Linkage program agar semakin banyak dana yang di salurkan ke LKMS didmana. sebagai tangan panjangnya agar di salurkan kepada para UMKM agar lebih produktif.




DAFTAR PUSTAKA



Anugrah Bhakti, Rizki Tri.2013. Pemberdayaan Umkm Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Keuangan Syariah. ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151.
Damayanti, Dianita2017. Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus: Bmt Tumang Cabang Kartasura). Perbankan Syariah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
Jenita.2017. Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kecil Menengah. Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 2.
Muslimin, Supriyadi.2015. Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (Studi Kasus Pada Bmt Al Amin Makassar). Ekonomi Islam. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam. UIN Alauddin Makassar.
Purwanto, Erwan Agus,2007. Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) untuk Pembuatan Kebiiakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 10, Nomor 3, Maret2}A7 Q95-324)
Rozalinda.2016. Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta:Rajawali Pers.





Comments

Popular posts from this blog

Tatanan Kesejahteraan Umum Menurut Sistem Ekonomi Indonesia

LANGKAH – LANGKAH METODOLOGI DALAM ILMU PENGETAHUAN

EKONOMI MONETER TENTANG UANG

GIRO, TABUNGAN, DEPOSIT dalam Islam

MAKALAH EKONOMI MAKRO PENDAPATAN DAN PENGELUARAN

Standar Moneter

STANDAR MONETER

Ekonomi Islam : Perbedaan sudut pandang