LANGKAH – LANGKAH METODOLOGI DALAM ILMU PENGETAHUAN
LANGKAH
– LANGKAH METODOLOGI DALAM
ILMU
PENGETAHUAN
Disusun guna memenuhi
tugas mata kulian FILSAFAT
Dosen
pengampu Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I.
Disusun Oleh :
Afida
Yuni Astuti (63020170070)
Nurul
Huda
(63020170124)
M
Budiawan
(63020170196)
PROGRAM STUDI EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SALATIGA
2018
KATA PENGATAR
Puji
syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah
taufiq dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Harapan saya semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuhan dan pengalaman bagi para pembaca sehingga
saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat
lebih baik.
Makalah
ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangan kurang
oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Salatiga,
11 Oktober 2018
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi Ilmu
Pengetahuan
B. Metode Dalam Memperoleh Pengetahuan
C. Langkah Langkah dalam
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Metodologi merupakan bagian yang
mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang
diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai
bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat.
Pada dasarnya di dalam ilmu
pengetahuan dalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu sosial maupun ilmu-ilmu
alam masing-masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, maka hal
itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal
yang tercakup di dalamnya pendekatan, sudut pandang, tujuan, dan ruang lingkup
masing-masing disiplin itu.
Manakala kita membicarakan
metodologi dan ilmu pengetahuan, maka hal yang tak kalah pentingnya adalah
asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam
aktifitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang
akan dikembangkan para ilmuwan di dalam kegiatan ilmiah mereka.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian dari metodologi dan ilmu pengetahuan?
2. Apa metodologi dalam memperoleh
pengetahuan?
3. Bagaimana susunan ilmu pengetahuan?
4.
Seperti
apa langkah-langkah dalam pengembangan ilmu pengetahuan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi Ilmu
Pengetahuan
llmu merupakan salah satu
hasil dari usaha manusia untuk memperadabkan atau membudayakan dirinya.
Sebagaimana dikatakan Aristoteles, bahwa manusia pada dasarnya ingin
mengetahui, dapat dikatakan bahwa seluruh proses peradaban manusia sebetulnya
berhubungan dengan usahanya untuk mewujudkan keingintahuannya tersebut. Dengan
keinginan mengetahui manusia menembus ke kedalaman sesuatu, mengungkapkan
sesuatu itu dan memastikan bahwa ia memang mengetahuinya. Oleh sebab itu tujuan
akhir dari pencarian pengetahuan tersebut tidak lain sebagai mengetahui
kebenaran.
Ilmu pengetahuan berkembang
dalam jalur pencapaian kebenaran ini. llmu-ilmu meliputi baik pengetahuan
maupun cara yang dikembangkan manusia dalam mencapai pengetahuan itu sendiri.
Baik pengetahuan (produk dari ilmu) maupun cara atau proses dari ilmu tersebut
terdiri dari berbagai jalan dan langkah. Metodemmetode ilmu pengetahuan telah
dikembangkan dengan maksud untuk membimbing kita dalam perjalanan
ini.
Metode
sendiri bisa diartikan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Methodos. Menurut bahasa (etimologi), metode berasal
dari bahasa yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi metode adalah
suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam
suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
istilah "Metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni methodos dan
logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan
upaya menyelesaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan.
cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodelogi adalah metode atau cara
yang berlaku dalam kajian atau penelitian.[1]
Metodologi
adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Louay Safi
mendefinisikan metodologi sebagai bidang penelitian ilmiah yang berhubungan
dengan pembahsan tentang metode-metode yang digunakan dalam kajian fenomena
alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian
ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturanaturan, prosedur
prosedur sebagai metode ilmiah.
B.
Metode Dalam
Memperoleh Pengetahuan
Dalam
buku Element of Philosophy Louis O. Kattsoff menunjukkan ada lima aliran
metodis untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, yaitu: Empirisme, Rasionalisme,
Fenomenalisme, Intusionisme, dan Metode ilmiah.
1)
Empirisme
Penganut
aliran ini mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh dengan melalui
pengalaman. Hal ini berangkat dari pertanyaan tentang bagaimanakah orang
mengetahui es membeku ? dan rata-rata jawaban yang dikemukakan adalah “karena
saya melihat yang demikian itu adanya”, atau karena ilmuan mengetahui
kenyataannya memang demikian. Louis O.
Kattsoff, ( 2004 : 132 ) Sehingga Jhon
Locke, bapak empiris mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya
merupakan sejenis buku catatan kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan
itulah dicatat pengalaman-pengalam indrawi. Dan seluruh pengetahuan itu
diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh
dari penginderaan dan refleksi sederhana tersebut. sebagaimana yang dikutip
oleh Imam Wahyudi bahwa pengetahuan manusia semata-mata disusun berdasarkan
pengalaman indera sehingga disebut pengetahuan inderawi. Imam Wahyudi, 40 Pengalaman merupakan akibat suatu objek
yang merangsang alat indrawi, yang secara demikian menimbulkan rangsangan saraf
yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan tadi dipahami
sebagaimana adanya. Atau berdasarkan rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan
mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi, begiitulah inderawi itu
terbentuk. [2]
2) Rasionalisme
Aliran
ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu terletak pada akal. Rasionalisme
tidak menyangkal adanya pengalaman, akan tetapi pengalaman hanya dilihat
sebagai perangsang bagi pikiran. Rasionalisme meyakini bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak dalam ide bukan di dalam barang/sesuatu. Sehingga
rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan itu terletak pada akal. Bukan
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, tetapi ia dipandang tidak lebih dari
hanya sekedar perangsang akal. Louis O. Kattsoff, 135 Descartes, sebagai
bapak rasionalisme kontinental, berusaha
menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan dengan memakai metode
deduktif dapat disimpulkan semua pengetahuan kita. Dengan memberikan penekanan
pada metode itu, para penganut rasionalisme mengakui bahwa kebenaran-kebenaran
yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya
dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang mengakibatkan
kesimpulan-kesimpulan tersebut. Sehingga jika kesimpulan itu diinginkan menjadi
pengetahuan, maka premispremisnya harus benar. Sebagai suatu kegiatan berpikir
maka penalaran mempunyai ciri tertentu, yaitu pola pikir logika. Logika dan
matematika adalah hasil dari pada akal, bukan dari indra; walaupun begitu keduanya
memberikan pengetahuan yang dapat diandalkan. Penalaran itu sendiri terbagi dua
macam : a. Penalaran deduktif, yaitu evolusi mendasarkan pemikiran pada
pengalaman yang luas Menuju kesimpulan yang sempit, dari yang general kepada
pengertian baru yang sifatnya partikular, dari abstrak-teoritis menuju konkrit
empiris. b. Penalaran induktif adalah suatu proses pengetahuan, melaluinya
menusia mengambi kesimpulan yang sifatnya umum berdasarkan hal yang sifatnya
khusus, dari partikular menuju hal yang general. (Imam Wahyudi, 45-46)[3]
3) Fenomenalisme
Fenomenalisme
merupakan suatu pengetahuan yang mensintesakan antara apriori dengan
aposteriori. Kant sebagai bapak perintis metode ini menyatakan bahwa sesuatu
itu dapat merangsang inderawi, kemudian diterima oleh akal dalam bentuk
pengalaman, dan dihubungkan sesuai dengan kategori-kategori pengalaman, dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Dengan demikian, setiap orang
tidak dapat memiliki pengetahuan tentang sesuatu sesuai dengan keadaannya
sendiri, melainkan hanya seperti sesuatu seperti yang nampak kepadanya, yang
disebut dengan pengetahuan yang menggejalan (phenomenom). Dalam hal ini Edmund
Husserl (1839-1939) sebagaimana dikutip oleh Drs. Asmoro Ahmadi, menyatakan
bahwa bahwa untuk mengetahui benda atau sesuatu harus menggunakan metode
diskriptif fenomenologis yang didukung oleh diduktif yang bertujuan untuk
melihat gejala-gejala yang secara intuitif. Maka dengan demikian, sesorang
tidak mungkin dapat memahami kondisi sesuatu itu secara absolut (hakiki), akan
tetapi hanya memahami kondisi sesuatu itu secara eksistensial-fenomenal. Asmoro
Achmadi, ( 2001: 122 )
4) Intuisionisme
Dalam
hal ini ada ungkapan komparasi tentang pengetahuan yaitu pengetahuan mengenai
(knowing about) dan “pengetahuan tentang” (knowledge of) ”pengetahuan
mengenai”. Pengetahuan ini dinamakan pengetahuan diskursif atau pengetahuan
simbolis dan pengetahuan ini ada perantaranya. Pengetahuan tentang, disebut
dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut
diperoleh secara langsung. Louis O. Kattsoff, 140 Pengetahuan yang diperoleh
dari intuisi tidak dapat dibuktikan seketika melalui kenyataan, karena
pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengalaman terlebih dahulu. Pemakaian
metode intuitif secara tunggal dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang tidak
masuk akal. Hal ini dapat dikendalikan dan dihindari apabila dicek dengan akal
dan indera. Epistemologi intuitif berpandangan bahwa dalam upaya memperoleh
pengetahuan bukan bertumpu pada logika Aristotelian yang mengharuskan adanya
jarak antara subjek dan objek, malainkan justru jalan utama untuk mengetahui
adalah “menjadi”. Dalam menjadi dapat menggapai pemahaman langsung tanpa
perantara, sehingga memungkinkan tergapainya pengetahuan orisinal. Memang dalam
keadaan “menjadi” kadangkala peran subjek kurang aktif, sebab keaktifan subjek
kadangkala justru sering mengganggu pancaran kebenaran objek. Kelemahan intuisi
adalah bahwa ia tidak merupakan metode aman jika dipakai sendirian. Ia dapat
tersesat dengan mudah dan mendorong kepada pengakuan-pengakuan yang tidak masuk
akal kecuali dicek dengan akal dan indera. Intuisi harus minta bantuan indera
dan konsepkonsep akal jika berusaha untuk berhubungan dengan pihak lain dan
menjelaskan dirinya dan mempertahankan diri dari interpretasi.[4]
5) Metode Ilmiah
Metode
ini mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti yang sudah digunakan
dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh
seorang ilmuan. Unsur pertama dalam metode ini, sejumlah pengamatan yang
dipakai dasar untuk merumuskan masalah. Bila ada suatu masalah dan sudah
diajukan satu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan
itu dinamakan “hipotesa”. Hipotesa adalah usulan penyelesaian yang berupa saran
daan sebagai konsekwensinya harrus
dipandang bersifat sementara dan diverifikasi. Di dalam proses menemukan
hipotesa dikatakan bahwa akal keluar dari pengalaman, mencari satu bentuk, di
dalamnya disusun fakta-fakta yang sudah diketahui dalam suatu kerangka tertentu
dengan harapan fakta-fakta tersebut cocok dengan hipotesa yang disarankan
tersebut. Maka metode penalaran yang bergerak dari suatu perangkat pengamatan
yang khusus kearah suatu pernyataan mengenai semua pengamatan yang sama
jenisnya dikenal dengan induksi. Jika hipotesa telah diusulkan, maka perlu
diverifikasi atau perlu bahan-bahan bukti. Sedangkan bahan bukti yang dapat
memperkuat hipotesa berasal dari dua jurusan: a. Bahan-bahan keterangan harus
diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut. b. Hipotesa itu harus
meramalkan bahan-bahan keterangan yang dapat diamati, yang memang demikian
keadaannya. Proses yang terjadi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan keterangan
yang diketahui itu cocok dengan hipotesa dapat dinamakan kalkulasi. Louis O.
144. Jadi, kajian terhadap hipotesa dimulai dengan pengamatan yang dilakukan
secara hati-hati, sistematis, dan secara sengaja terhadap ramalan-ramalan yang
disimpulkan dari hipotesa tertentu. Jika mungkin seorang ilmuwan harus
mempersiapkan segala hal bagi pengamatanpengamatan yang dilakukannya . ia membuat
alat-alat untuk mencoba menahan apa yang akan terjadia dan tatkala terjadinya,
dan memakai pesawat-pesawat pengukur
untuk mencatat apa yang terjadi. Dan ini dinamakan eksperimentasi. [5]
Adapun
pernyataan yang membuat pengetahuan itu menjadi pengetahuan ilmiah adalah :
Ø Deskripsi, Yaitu memberikan pernyataan
bersifat deskriptif dengan menjelaskan
bentuk-bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari segala
fenomena.
Ø Preskripsi, Pernyataan ini memberikan
petunjuk-petunjuk atau ketentuanketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung
atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan objek sederhana itu.
Bentuk-bentuk ini banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu
pendidikan yang meliputi tata cara mengajar dikelas.
Ø Eskposisi, pola Bentuk ini merangkum
banyak pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat,
ciri, kecendrungan, atau proses lainnya
dari fenomena yang sedang ditelaah. Misalnya dalam antropologi dapat dipaparkan
pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa atau dalam sosiologi dibeberkan
pola-pola perubahan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan.
Ø Rekonstruksi Historis, Bentuk ini
merupakan pernyataan-pernyataan yang
berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang
dibutuhkan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau yang jauh baik secara
alamiah atau karena campur tangan manusia. [6]
Cabang-cabang
ilmu khusus yang banyak mengandung bentuk pernyataan ini misalnya adalah
historiografi, ilmu purbakala, dan paleontologi. Pengetahuan ilmiah adalah
merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode ilmiah. Metode
keilmuan adalah merupakan bentuk kombinasi daari pola rasionalisme dan
empirisme. Metode keilmuan muncul sebagai usaha untuk mengatasi kelemahan dari
pola rasionalis maupun pola empiris, dan dimanfaatkan sumbangan positifnya.
Unsur-unsur metode ilmiah sebagai suatu penelitian ilmiah antara lain berupa satu
prosedur sebagai berikut :
1. Perumusan masalah atas objek yang ingin
diketahui
2. Mengajukan hipotesi atau dugaan
sementara atas permasalahan yang ada.
3. Menguji hipotesis dengan fakta-fakta
empiris.
4. Mengambil kesimpulan atas pengujian yang
telah dilakukan, apakah hipotesis didukung oleh fakta ataukah dibantah oleh
fakta.
C. Langkah Langkah dalam
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a) Kesadaran dan Perumusan Masalah
Para
ilmuwan menghadapi fakta dan kejadian terpisah pisah dan tak terbilang
banyaknya. Di hadapan beraneka ragam masalah ini manusia berusaha untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya dapat dijawab oleh pikiran.
Pengajukan pertanyaan mengandaikan bahwa masalah yang dihadapi tersebut
dirumuskan atau didefinisikan secara kurang lebih jelas. Tanpa perumusan
masalah semacam ini akan sangat sulit bagi pikiran untuk mengetahui fakta fakta
tersebut. Metode keilmuan yang paling pertama ini menekankan aspek perumusan
pernyataan yang jelas dan tepat atas masalah-masalah yang dihadapi. [7]
Pada
tahap awal dari metode keilmuan ini dunia dianggap sebagai suatu kumpulan
objek dari kejadian yang dapat diamati secara empiris. Kepada dunia ini
kemudian diterapkan suatu peraturan atau struktur hubungan, di mana fakta-fakta
yang dihadapi dapat diberi arti, meskipun pada awalnya berSifat sangat
terbatas. Di sini faham kaum rasionalis di dukung oleh sebuah metode keilmuan
dengan argumentasi bahwa penalaran itulah yang membangun struktur dan
mengarahkan penyelidikan. Penalaran memberikan kepada manusia 'kepekaan
terhadap masalah'. Tanpa kepekaan ini tidak mungkin kita dapat mengatur fakta
fakta dalam cara yang dapat dipahami.
b) Pengamatan dan Pengumpulan Data
Ini
merupakan tahap yang paling dikenal di dalam metode keilmuan. Alasannya, banyak
sekali kegiatan keilmuan yang diarahkan kepada pengumpulan data. Akibatnya
banyak orang yang secara keliru menyamakan kegiatan keilmuan dengan kegiatan
pengumpulan data/fakta. Dalam metode keilmuan pengamatan seringkali juga
dibantu oleh alat atau sarana-sarana yang memungkinkan lebih akuratnya suatu
pengamatan. Langkah atau metode keilmiahan tahap ini bersifat empiris dan
induktif. Yang penting untuk ditekankan di sini adalah persepsi inderawi
langsung maupun tidak langsung serta keharusan untuk mengadakan pengamatan
secara teliti.
c) Penyusunan dan KIasifikasi Data
Penyusunan dan Klasifikasi Data Di sini data dan fakta yang telah
dikumpulkan di atas kemudian disusun dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis, dan
kelas-kelas. Dalam semua cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasi,
menganalisa, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung
kepada adanya sistem klasifikasi, dan sistem ini disebut sebagai taxonomi.
Ilmuwan modern akan terus memperbarui dan menyempurnakan taxonomi di bidang
keilmuan mereka masingmasing. Yang harus diingat adalah bahwa dalam metode
keilmuan para ahli tidak akan berhenti pada penyusunan dan klasifikasi data
sematamata. Mereka akan berusaha untuk memberikan penjelasan penjelasan atas
data-data yang telah dikumpulkan dan diklasifikasi tersebut. Aspek memberikan
penjelasan pada data-data inilah yang kemudian membedakan pada ilmuwan dengan
seseorang pengumpul batu atau pengoleksi kupu-kupu misalnya.[8]
d) Perumusan Hipotesis
Benda-benda atau fakta-fakta yang dikumpulkan tidak akan jelas
dengan sendirinya tanpa diberikan penjelasan atasnya. Berhadapan dengan fakta
dan data, manusia berusaha untuk menangkap ke-apa-an benda tersebut, dan ini
sangat tergantung pada kemampuan manusia dalam memberikan merek pada
benda-benda tersebut. Upaya untuk memberikan merek-merek pada benda-benda atau
data-data sangat mengandaikan kemampuan konseptual subjek pengetahuan. Di sini
para ilmuwan sebetulnya mengemukakan apa yang disebut sebagai hipotesis.
Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan antara
benda-benda. Hubungan sementara ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja, atau
teori. Ini akan menjadi dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut.
Hipotesis diajukan pertama-tama dengan dasar trial and error. Hipotesis tidak
lain selain dugaan sementara yang memiliki alasan-alasan, dan dapat saja
terjadi bahwa ia masih memiliki hubungan dengan dugaan sebelumnya, atau
merupakan perluasan dari hipotesis sebelumnya yang sudah diuji kebenarannya,
dan yang kemudian diserapkan pada data yang baru. Hipotesis berfungsi untuk
mengikat data sedemikian rupa sehingga hubungan yang diduga dapat digambarkan
dan penjelasan yang mungkin dapat diajukan. Sebuah hipotesis biasanya diajukan
dalam bentuk pernyataan “jika X, maka Y” (logika hipotetis). Misalnya, jika
kulit manusia kekurangan pigmen, maka kulit itu mudah terbakar bila disinari
matahari secara langsung.” Hipotesa ini menjelaskan untuk sementara beberapa
hubungan yang penting, misalnya antara pugmentasi dengan sunar matahari. Selain
itu, hipotesis ini juga memberitahukan kepada kita syarat manakah yang harus
dipenuhi dan pengamatan apa yang diperlukan jika kita ingin menguji kebenaran
dari dugaan kerja kita tersebut. Di sini yang berperan adalah baik unsur
empiris maupun rasional. Supaya dapat mengajukan hipotesis secara kurang lebih
akurat maka pertama-tama harus ada data-data empiris yang dapat diamati dan
terukur. Tetapi kemudian juga harus ada konsep-konsep yang sifatnya kategoris,
yang memisahkan macam-macam data logis dan kemudian menyusunnya sedemikian rupa
sehingga kemungkinan hubungan-hubungan dapat dijajagi. [9]
e) Deduksi dan Hipotesis
Dalam mengajukan sebuah hipotesis bentuk penalaran deduktif
sangatlah penting. Kalau diperhatikan secara saksama akan tampak bahwa
hipotesis-hipotesis atas hubungan-hubungan dari data dan fakta yang kita hadapi
dilakukan dengan mengajukan pernyataanpernyataan yang sifatnya teoretis dan
bukan empiris (artinya tidak langsung mengacu kepada benda-benda inderawi
tertentu). Di sini data-data inderawi sudah diabstraksikan. Dimensi inilah yang
memampukan kita tidak hanya dapat mengajukan hipotesis-hipotesis tetapi juga
ramalan-ramalan. Di sini peranan logika sologistis (logika kategoris) sangatlah
penting.
f) Tes dan Pengujian Kebenaran
Dalam ilmu-ilmu pengujian kebenaran berarti mengetes
alternatif-alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya
atau lewat percobaan. Dalam hal ini keputusan terakhir terletak pada fakta.
Jika fakta tidak mendukung satu hipotesis maka hipotesis yang lain dipilih dan
proses diulang kembali. Hakim yang terakhir adalah data empiris. Di sini
berarti kaidah-kaidah yang bersifat umum atau hukum-hukum haruslah memenuhi
persyaratan pengujian empiris. Meskipun demikian, kaum rasionalis tidak akan
menyerah di dalam pengujian kebenaran ini. Mereka mengemukakan bahwa suatu
hipotesis hanya baru bisa diterima secara keilmuan jika dia konsisten dengan
hipotesis-hipotesis yang sebelumnya telah disusun dan teruji kebenarannya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah sebuah teori
pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan jawaban tertentu
terhadap suatu pernyaan.
Metode ini menitikberatkan kepada suatu urutan prosedur yang
saksama di mana diperoleh sekumpulan pengetahuan yang diperluas secara terus
menerus dan bersifat mengoreksi diri sendiri. Metode keilmuan mendasarkan diri
pada anggapan, bahwa terdapat keteraturan yang dapat ditemukan di dalam
hubungan antara gejala-gejala, dan bahwa alat pancaindera manusia (atau alat
yang dibuat secara teliti) pada dasarnya dapat berfungsi secara layak. Lewat
pengorganisasian yang sistematis dan pengujian pengamatan, manusia telah mampu
mengumpulkan pengetahuan secara kumulatif, walaupun yang terusmenerus bertumbuh
dan mempunyai peluang yang besar untuk menjadi benar. Walaupun begitu, metode
keilmuan tidak mengajukan diri sebagai sebuah metode yang membawa manusia
kepada suatu kebenaran akhir yang tidak akan pernah berubah. [10]
Comments
Post a Comment